Senin, 23 Januari 2023

Menciptanya Rindu ke Kota Budaya


Awal November 2022, sejarah hidupku mencatat untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di tanah jawa. Keberangkatan ini terjadwal dari tgl. 2 s/d 6 November 2022 dalam rangka melaksanakan perjalanan dinas ke Ngayogyakarta Hadiningrat, kota pelajar tempat aku pernah menyemai mimpi.

Ya... mimpi melanjutkan pendidikan tinggi dimana mimpi itu kemudian harus aku kubur dalam-dalam karena kondisi keluargaku yang elit (ekonomi sulit). Takdir kemudian mengharuskan aku mencari nafkah di kota kelahiranku hingga akhirnya aku bisa kuliah sambil bekerja. Ah, sudahlah.. kenapa aku malah terjebak dengan romantisme masa laluku :p.

Back to the topic, Perjalanan dari Bandara YIA Kulonprogo menuju kota Jogja menyuguhkan pemandangan desa-desa khas jawa yang selama ini hanya aku lihat di TV. Entah kenapa rumah-rumah yang aku pandangi dari jendela kereta bandara (ini juga kali pertama aku naik kereta api :D) seperti menyambutku dan memberikan ucapan selamat datang di kota budaya. Terompet panjang khas kereta api meraung menandakan ragaku telah sampai ke tanah kekuasaan sang raja jawa Sri Sultan Hamengkubuwono X. Keluar dari kereta bandara aku disambut oleh petugas counter taksi online yang akan menghubungkan langsung aplikasiku ke supir yang udah mangkal di parkiran stasiun tugu. Stasiun yang dibangun sejak zaman Belanda itu berada di tengah kota, lokasinya tidak jauh dari jalan Malioboro yang merupakan salah satu magnet kota Jogja. Banyak hotel dan penginapan di sekitar sini, berhubung kegiatan yang aku ikuti dilaksanakan di hotel Victoria maka taksi online yang aku pesan tadi harus membawaku menjauh dari kawasan Malioboro

Ya, hotel Victoria itu secara geografis masuk wilayah kabupaten Sleman. Imajiku menggambarkan aku harus menempuh perjalanan berpuluh-puluh kilometer untuk mencapai Sleman. Ternyata aku salah besar, 10 menit di jalan taksi yang membawaku telah memasuki wilayah kabupaten Sleman. Itulah uniknya di sini jalan dikit udah sampai di kabupaten Sleman, ke selatan dikit sampai di kabupaten Bantul. Jarak antara kota Jogja dan kabupaten di wilayah provinsi DIY sangat dekat, mungkin yang agak jauhan kabupaten Gunung Kidul dan Kulonprogo. So, hotel Victoria itu berada di belakang hotel Royal Ambarukmo dan dekat pula dengan Plaza Ambarukmo (satu-satunya mal yang aku kunjungi di Jogja). Konon katanya semua yang berbau Ambarukmo adalah milik keluarga keraton.

4 hari di Jogja tak lantas membuatku bisa mengunjungi semua ikon Jogja itu, bahkan Keraton dan Tugu tak aku jejaki. Lucunya, ragaku bisa hadir sampai ke pantai Timang di kabupaten Gunung Kidul yang untuk mencapainya menempuh perjalanan +/- 2,5 jam dari kota Jogja. pantai ini viral karena menjadi lokasi syuting reality show Korea "Running man".

Ada sebuah istilah menyebutkan bahwa hujan di Jogja itu 90%nya rindu, 10%nya air. Dan aku merasakan betul derai hujan di Malioboro yang menciptakan rindu itu. Rindu yang tercipta begitu saja seakan-akan kota budaya yang menawarkan keramah-tamahan warganya itu menjadi tempat pulang. Angkringan, nasi kucing dan gudegnya bagaikan hidangan istimewa yang memanggil-manggil untuk kembali ke kampung halaman. Bakpia dan Wedang ronde bagaikan pasangan penyambut tamu yang mempersilahkan aku untuk kembali ke Jogja. Pasar kembang yang... eh, nggak ding aku hanya melintas di jalan pasar kembang.. Hahaha.....

Dari semua yang kusebut tadi, rindu ini tercipta hanya perlu satu alasan yaitu tata krama dan tutur bahasa masyarakatnya serasa aku berada di lingkungan kampung halaman bahkan rumahku sendiri. 

 

Entahlah, ntah kapan aku bisa kembali ke Jogja menebus rinduku. Semoga ada jalan. (tif)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saatnya Meraih Simpati

  "Pak Tengku!!"  Sebuah panggilan untukku menyadarkankanku dari lamunan panjang di antrian kasir salah satu mini market berjejari...